Masjid ini dipercayai pernah menjadi tempat berkumpulnya para ulama (wali) yang menyebarkan agamaIslam di tanah Jawa yang disebut dengan Walisongo. Pendiri masjid ini diperkirakan adalah Raden Patah, yaitu raja pertama dari Kesultanan Demak sekitar abad ke-15 Masehi.
Raden Patah bersama Wali Songo mendirikan masjid yang karismatik ini dengan memberi gambar serupa bulus. Ini merupakan candra sengkala memet, dengan arti Sarira Sunyi Kiblating Gusti
yang bermakna tahun 1401 Saka. Gambar bulus terdiri atas kepala yang
berarti angka 1 (satu), 4 kaki berarti angka 4 (empat), badan bulus
berarti angka 0 (nol), ekor bulus berarti angka 1 (satu). Dari simbol
ini diperkirakan Masjid Agung Demak berdiri pada tahun 1401 Saka. Masjid
ini didirikan pada tanggal 1 Shofar.
Masjid ini mempunyai bangunan-bangunan induk dan serambi. Bangunan induk memiliki empat tiang utama yang disebut saka guru. Salah satu dari tiang utama tersebut konon berasal dari serpihan-serpihan kayu, sehingga dinamai saka tatal. Bangunan serambi merupakan bangunan terbuka. Atapnya berbentuk limas yang ditopang delapan tiang yang disebut Saka Majapahit.
Atap limas Masjid terdiri dari tiga bagian yang menggambarkan ; (1)
Iman, (2) Islam, dan (3) Ihsan. Di Masjid ini juga terdapat “Pintu
Bledeg”, mengandung candra sengkala, yang dapat dibaca Naga Mulat Salira Wani, dengan makna tahun 1388 Saka atau 1466 M, atau 887 H.
Di dalam lokasi kompleks Masjid Agung Demak, terdapat beberapa makam raja-raja Kesultanan Demak
termasuk di antaranya adalah Sultan Fattah yang merupakan raja pertama
kasultanan demak dan para abdinya. Di kompleks ini juga terdapat Museum Masjid Agung Demak, yang berisi berbagai hal mengenai riwayat Masjid Agung Demak.
Masjid Agung Demak dicalonkan untuk menjadi Situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun 1995.
Empat Fakta Menarik tentang Masjid Agung
De Moskee van Demak (Masjid Agung Demak) 1920-1939. (Foto: tropenmuseum.nl)
DALAM penyebaran agama Islam di
Jawa, tentu tak lepas dari peran penting keberadaan Masjid Agung Demak.
Masjid yang didirikan Raden Patah sekira 1401 Saka atau 1479 Masehi ini,
kemudian menjadi basis berkumpulnya Wali Songo ketika mendakwahkan
agama Nabi Muhammad saw di tanah Jawa.
Secara arsitektural, bangunan Masjid Agung Demak memiliki ciri khas
yang tidak dimiliki masjid lain. Setidaknya, ada empat fakta menarik
yang berhasil dirangkum merahputih.com. Berikut ulasannya. 1. Atap dengan Corak Hindu Masjid Agung Demak. (Foto: iyaa.com)
Sebagai wujud akulturasi budaya dengan agama Hindu (agama mayoritas
masyarakat Jawa saat itu), Raden Patah sengaja membuat atap berundak
tiga, berbentuk segitiga sama kaki seperti pura umat Hindu. Hal tersebut
juga menunjukkan bahwa dalam penyebaran agama Islam pada masa Wali
Songo sangat adaptif terhadap budaya lokal yang dipegang teguh
masyarakat sekitar.
Berdasarkan cerita yang ada, salah satu dari tiga undakan dipercaya
masyarakat terbuat dari intip (kerak nasi liwet). Menurut cerita yang
diamini secara turun-temurun, pada masa pembangunan atap masjid
kekurangan bahan sirap (atap). Konon Sang Sunan Kalijaga melemparkan
intip ke atas masjid sembil mengucapkan kun fa yakun jadilah atap. 2. Saka Tatal Saka tatal Masjid Agung Demak. (Foto: islamindonesia.id)
Masjid Agung Demak memiliki empat saka (tiang) utama. Tiang-tiang itu
memiliki tinggi 16 meter. Legenda yang beredar di masyarakat dan
cerita-cerita rakyat, keempat tiang tersebut dibuat oleh empat wali, tak
lain Sunan Ampel, Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang, dan Sunan Kalijaga.
Uniknya
tiang yang terbuat dari tatal atau serpihan-serpihan kayu sisa yang
diikat. Saka tatal itu dipercaya buatan Sunan Kalijaga. Meski tidak
terbuat dari kayu utuh, kekuatan saka tatal sama dengan tiang-tiang
lainnya. 3. Pintu Bledeg Pintu bledeg Masjid Agung Demak. (Foto: http://sejarahkerajaandemaklengkap.blogspot.co.id)
Pintu bledeg atau petir merupakan pintu utama Masjid Agung Demak,
yang digunakan sebagai antipetir. Pintu tersebut dibuat oleh Ki Ageng
Selo sekitar 1446 Masehi. Berdasakan Babad Tanah Jawi karya WL Olthof,
Ki Ageng Selo adalah orang sakti yang mampu menangkap petir.
Pintu bledeg terbuat dari kayu jati dipenuhi ukiran tebal. Ukiran
paling menonjol adalah adanya dua kepala naga. Ukiran-ukiran itu
dipercantik dengan diberi warna cat merah. Dalam khazanah kultur Jawa,
gambar di pintu tersebut merupakan prasasti Condro Sengkolo (penanda
waktu) yang berbunyi “Nogo Mulat Saliro Wani”. 4. Kolam Wudhu Kolam wudhu Masjid Agung Demak. (Foto: tandapagar.com)
Kolam wudhu merupakan salah satu bagian Masjid Agung Demak yang
terletak di samping depan masjid. Kolam yang dibangun mengiringi awal
berdirinya masjid itu difungsikan sebagai tempat wudhu. Kolam tersebut
memiliki ukuran 10x25 meter dengan kedalaman lima meternya, dan terdapat
tiga batu dengan ukuran yang berbeda.
Batu berwarna hitam yang lebih besar itu berdiri tegak, sementara dua
batu hitam tergeletak bersamaan dengan batu hias lainnya yang ukurannya
lebih kecil. Kolam yang tak lagi difungsikan ini, konon adalah tempat
berwudhu para Wali Songo.
Meski demikian, tidak semua bagian menarik dari Masjid Agung Demak
dapat kita jumpai langsung. Sebab, kini telah ada yang dimuseumkan pihak
masjid, seperti pintu bledeg.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar